Penjualan Daging Anjing di Pasar Jaya Resahkan Masyarakat

Suara.com - Penjualan daging anjing di salah satu pasar PD Pasar Jaya DKI Jakarta mulai meresahkan masyarakat. Informasi tersebut ditemukan oleh Animal Defenders Indonesia (ADI).

Tak tinggal diam, ADI melalui kuasa hukumnya Hotman P Girsang melakukan somasi di perusahaan dagang milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tersebut.

Menanggapi kasus ini, Pakar Hukum Universitas Al-Azhar Indonesia (UAI), Suparji Ahmad mengatakan bahwa jual beli hewan untuk dikonsumsi harus memenuhi unsur keselamatan, kehalalan dan kesehatan.

Terkait dengan jual beli daging anjing, ia menilai berpotensi merugikan kesehatan konsumen. Salah satunya memungkinkan adanya penularan penyakit rabies.

Baca Juga: Program Pangan Bersubsidi Untuk Warga Jakarta

"Penjualan anjing di pasar baik hewan liar maupun dipasok melalui sindikat kriminal pencurian hewan akan menimbulkan banyak permasalahan dan membahayakan bagi masyarakat Jakarta. Karena anjing yang tidak di vaksin akan menimbulkan penyakit rabies atau anjing gila yang menular pada hewan lain maupun kepada manusia," ujar Suparji kepada wartawan, Jumat (10/9/2021).

Menurutnya, sindikat pencurian hewan anjing untuk dijual kembali dengan tujuan mendapatkan keuntungan, telah melanggar hak konsumen atas keselamatan dan kesehatan konsumen.

"Saya menyarankan untuk dilakukan tindakan berupa penertiban pasar terhadap penjualan anjing tersebut, sebagai amanat undang-undang untuk memberikan keamanan dan keselamatan konsumen. Dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan," katanya.

Menurutnya, negara wajib hadir untuk menjamin kepastian hukum baik pelaku usaha maupun konsumen yang menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen.

"Negara harus memberikan sanksi berupa penutupan dan penarikan produk tersebut di pasaran dan memberikan pemahaman kepada konsumen bahwa daging anjing tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan terutama UU Pangan, yang mengamanatkan bahwa pelaku usaha harus menjamin bahwa barang yang dijual harus memenuhi unsur halal dan tidak melanggar norma agama yang berlaku," lanjutnya.

Baca Juga: Kasus Penyelundupan Anjing di Kulon Progo Siap Disidangkan, Polisi: Sudah P21

Suparji menyebut, dalam undang-undang tersebut juga diatur mengenai sanksi pelanggaran. Karena pemerintah bertanggungjawab atas pembinaan penyelenggaraan perlindungan konsumen yang menjamin diperolehnya hak konsumen dan pelaku usaha serta dilaksanakannya kewajiban konsumen dan pelaku usaha.

"Sehingga, pemerintah harus mengawasi perlindungan konsumen di mana pengawasan tersebut dilakukan oleh masyarakat dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat. Itu dilakukan terhadap barang dan/atau jasa yang beredar di pasar, di mana barang tersebut ternyata menyimpang dari peraturan perundang-undangan yang berlaku dan membahayakan konsumen," ujarnya.

Suparji mengatakan UU Perlindungan Konsumen dimaksudkan menjadi landasan hukum yang kuat bagi pemerintah dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat untuk melakukan upaya pemberdayaan konsumen melalui pembinaan dan pendidikan konsumen.

Ia mengatakan bahwa upaya pemberdayaan tersebut sangatlah penting karena tidak mudah mengharapkan kesadaran pelaku usaha yang pada dasarnya prinsip ekonomi pelaku usaha adalah mendapat keuntungan yang semaksimal mungkin dengan modal seminimal mungkin.

"Prinsip ini sangat potensial merugikan kepentingan konsumen, baik secara langsung maupun tidak langsung," katanya.

Sebelumnya, Ketua ADI, Doni Herdaru mengatakan pihaknya sebelumnya telah melakukan investigasi berulang kali, dan yang paling terbaru dilaksanakan pada 7 September 2021.

"Ditemukan ada tiga lapak penjual daging anjing, yang mana tiap lapaknya, menurut pengakuan penjual, dapat menjual empat ekor anjing setiap harinya," kata Doni kepada wartawan, Kamis 9 September 2021.

"Jika merujuk pada keterangan mereka, dan kita ambil minimum mereka telah berjualan selama 6 tahun (ada dokumentasi youtube dari masyarakat terkait penjualan ini) maka 6 x 365 hari x 4 ekor = 8.760 ekor, hanya untuk 1 lapak saja. Jika ada 3 lapak, maka rata-rata ada 26.280 ekor anjing sudah berhasil mereka jual," kata dia.

Menurutnya, jika melihat dari angka tersebut, mustahil bahwa anjing-anjing tersebut didapat dari hasil ternak khusus untuk dikonsumsi.

"Satu, karena biaya pembesarannya tidak akan bisa ada dibawah harga jual per ekornya, belum lagi biaya vaksinasi berulangnya yang bisa mencapai Rp. 250 ribu per sekali vaksin," ujarnya.

Ia menyebut, untuk sampai pada umur 8 bulan, anjing setidaknya butuh sekitar 3 kali vaksin. Artinya butuh Rp 750 ribu untuk vaksin saja di luar harga pakan untuk pembesarannya dan biaya-biaya pemeliharaannya.

"Maka, pencurian anjing berpemilik serta peracunan anjing-anjing liar adalah sumber utama pemasok daging anjing untuk aktivitas ilegal ini. Maka anjing-anjing ini harus didapatkan dari luar Jakarta, karena tidak mungkin tangkapan ribuan ekor itu didapat dari DKI Jakarta," lanjutnya.

Ia mengatakan bahwa pemasok anjing-anjing yang dikonsumsi di wilayah DKI Jakarta berasal dari Sukabumi, Tasikmalaya, Ciamis, Pangandaran, Pelabuhan Ratu, dan berbagai wilayah Jawa Barat lainnya yang masih ada kasus rabies.

Dirinya pun mempertanyakan bagaimana DKI Jakarta mau mempertahankan status bebas rabies. Tetapi, selama puluhan tahun membiarkan potensi ancaman masuknya rabies ini terbuka lebar dan melakukan pembiaran.

0 Response to "Penjualan Daging Anjing di Pasar Jaya Resahkan Masyarakat"

Post a Comment